get this widget here

Thursday 10 July 2014

Bintang yang Paling Terang di Taman Cinta

Oleh: I Putu Supartika

Hidupku kan damaikan hatimu, diriku kan slalu menjagamu, ijinkan ku slalu bersamamu, kasih kepadamu......” *)
Jika aku mendengar lantunan lagu indah ini, maka aku akan selalu ingat segalanya tentang kita. Tentang kenangan yang indah dalam naungan cinta suci. Cinta yang tumbuh dari hati yang paling dalam. Yang akan selalu terbesit dalam pikiran, dan menjadi warna yang selalu memberikan kesejukan kepadaku, dan kepada seluruh hidupku. Sepanjang hidupku.
Cinta yang tumbuh diantara kita begitu subur. Sangat subur, bagaikan tanaman yang selalu diberi pupuk setiap saat dan berbuah lebat. Maka seperti itulah cinta kita. Cinta yang terajut dari kasih yang mengalir bagai air sungai. Mengalir dari hulu ke hilir dan bermuara di hati. Menjadi satu. Bagaikan samudra yang menjadi muara dari segala penjuru mata air yang menyatu tanpa bisa kita kenali. Dan seperti itu juga cinta kita yang tulus. Yang selalu kita selami dulu.
Dulu juga kau pernah berbisik di telingaku. Waktu itu adalah malam minggu. Malam akhir pertemuan kita sebagai sepasang kekasih yang saling mencintai. Malam yang menjadi saksi dalam kebisuan tentang riwayat cinta kita. Kau berbisik pelan di telingaku sepelan hembusan angin waktu itu.
“Jadikan aku bintangmu sayangku!”
Hanya itu. Ya hanya itu yang kau bisikkan. Dengan suaramu yang lembut. Degan suara yang selalu aku dengar dari dua buah onggokan daging merah di bawah hidungmu. Yang selalu aku ingat sampai detik ini. Selalu terniang di saat aku mengingat wajahmu. Wajah yang menjadi dambaan setiap lelaki sepertiku.
Setelah kau berbisik di telingaku, lalu kau pergi meninggalkanku yang duduk sendiri di atas bangku panjang di taman itu. Taman kenangan cinta kita. Taman rahasia saksi perjalanan cinta kita yang selalu aku kenang dari aku membuka mata hingga aku kembali menutup mata. Sungguh sebuah kenangan yang akan menjadi sejarah dan akan tercatat di setiap sanubari kita berdua sayangku.
Aku tak tau kemana dirimu setelah itu. Aku hanya mendengar desas-desus dari teman-temanmu, dari tetangga-tetanggamu, dan juga orang terdekatmu, bahwa kau telah dijodohkan dengan pilihan orang tuamu. Mulanya aku menghadapinya biasa saja. Aku menganggap itu hanya pergunjingan di tepi jalan, atau hanya sebuah sandiwara orang-orang yang ingin merusak hubungan kita. Namun, lama kelamaan desas-desus itu semakin membuatku sesak, seakan-akan diriku tertusuk oleh belati yang tajam. Tubuhku terasa dikuliti habis-habisan. Telingaku teras bengkak ketika adik kandungmu yang aku temui di sebuah pusat perbelanjaan mengatakan bahwa kau telah meninggalkanku dan memilih pergi dengan dia, pilihan orang tuamu.
Ternyata dugaanku selama ini, yang menganggap itu hanya rekayasa orang-orang yang ingin memisahkan kita salah. Bahkan salah total. Dan aku tidak habis pikir. Mengapa dirimu tidak pernah mengatakan hal itu kepadaku sebelumnya? Mengapa dirimu di depanku bertingkah biasa saja seperti tak ada apa-apa? Aku heran. Sungguh-sungguh heran. Mana mungkin kau mau pergi dengan dia walau kau tak pernah mencintainya? Atau mungkin aku yang salah mengira. Mungkin kau mencintainya, dan aku tidak tau. Tapi bagaimana mungkin kau mencintainya, sementara kau selalu bersamaku. Dan kau selalu bilang kepadaku, “aku mencintaimu, dan aku tak mau jauh darimu” sambil kau kecup keningku, dan aku membalas kecupan itu dengan manja. Namun, tetap saja aku masih penasaran dan aku selalu menganggap dirimu telah menghianatiku.
Lama kelamaan akhirnya aku menyadari, bahwa diriku begitu bersalah karena telah menganggapmu penghianat. Andai saja kau tau aku telah menganggapmu penghianat mungkin aku malu sendiri. Mungkin juga, kalau diijinkan Tuhan untuk bertemu denganmu, mungkin aku akan berlutut di hadapanmu, untuk meminta maaf. Tapi Tuhan mungkin tak akan membiarkan itu terjadi lagi.
Mulai saat itu, aku tak pernah lagi menyalahkan dirimu atau menganggapmu sebagai penghianat. Sedikitpun. Aku tau dan aku mulai sadar mungkin itu demi kebaikan keluargamu. Dan aku sadar mungkin itu yang terbaik buatmu dan buat kedua orang tuamu. Mungkin juga Tuhan memang tidak mentakdirkan kita untuk bersama. Atau mungkin takdir berkehendak lain kepada kita. Tapi entahlah aku juga tidak tau. Yang pasti aku tak pernah menyalahkanmu lagi sejak itu.
Bahkan kini, aku mulai rajin datang ke taman kenangan cinta kita. Aku duduk di bangku panjang ditemani angin malam, sambil membayangkan dirimu duduk di sampingku sambil membisikkan kata yang indah, yang membuat diriku melayang. Membuat diriku merasa bahagia karena aku pernah berada di sampingmu. Pernah mengisi hari-harimu. Pernah melukis kenangan bersamamu di atas kanvas waktu yang abadi.
Hari demi hari berlalu begitu saja di depan mataku. Aku tak pernah merasakan putaran waktu lagi. Siang dan malam terasa sama bagiku. Yang aku ingat selalu adalah duduk di taman cinta saat malam hari sambil menikmati bintang-bintang yang selalu menyapa diriku.
 Sepulang dari bekerja, saat langit mulai gelap pikiranku hanya tertuju pada taman itu. Taman cinta. Tepatnya taman kenangan cinta kita. Aku tak pernah jemu-jemu untuk duduk di atas bangku panjang di taman itu. Walaupun aku telah mengulangnya berkali-kali, dengan suasana yang sama bahkan tetap sama tanpa perubahan sedikitpun. Namun, ketika aku duduk di sana semua kenangan cinta kita seperti kembali lagi seperti semula. Aroma-aroma yang dulu begitu hangat aku rasakan seperti aku rasakan kembali. Kesejukan hatimu tumbuh menjadi bunga-bunga yang bermekaran di taman itu. Kata-katamu yang pernah menyejukkan hatiku serasa memenuhi area taman itu. Merasuk ke pelosok-pelosok terkecil. Hingga aku ,merasa kedamaian hanya ada di sana. Di taman cinta.
Semakin hari aku semakin gila. Sampai-sampai aku kadang bermalam di taman itu. Dan kebiasaanku yang lain mulai tumbuh. Yaitu memandangi bintang yang bersinar di atas taman cinta.
Setiap malam, sesampainya di taman aku memandang langit sambil duduk di bangku panjang. Aku mencari-cari bintang yang bersinar paling terang diantara ribuan bintang yang bersinar di atas taman. Jika aku menemukannya, maka bahagialah hatiku. Dan aku akan berbincang-bincang dengannya. Seperti sepasang kekasih. Karena aku merasa bintang yang bersinar paling terang itu adalah jembatan untuk berbicara dengan dirimu. Dirimu yang jauh di sana. Di tempatmu berada dengan lelaki pilihan orang tuamu.
Aku yakin dirimu juga merasakan hal yang sama denganku. Kau pasti akan memandangi langit setiap malam dan mencari-cari bintang yang bersinar paling terang. Lalu kau akan mendengar semua kata-kata yang diucapkan bintang itu kepadamu tentang diriku. Hingga kau merasa dekat denganku. Berada di sisiku sayang.
Dan kau pula akan selalu melihat bayangan diriku lewat bintang yang bersinar paling terang. Bayang-bayang diriku akan menemanimu dalam tidurmu. Hingga kau bermimpi tentang diriku. Lalu aku yang berada di taman cinta melihat bintang yang paling terang akan merasakan bahwa aku sedang duduk di bangku panjang itu bersamamu, sambil kau sandarkan kepalamu di pundakku.
Aku tersenyum kecil di taman cinta ini.

*) potongan lagu yang berjudul ‘Hidupku Kan Damaikan Hatimu’ yang dipopulerkan Caffeine.



Singaraja, 24 November 2013

0 comments:

Post a Comment